Ini goresan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. DR. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
Pengertian Thayyib
Al Raghib al Isfahani berkata: thayyib (baik). Dikatakan untuk sesuatu yang benar-benar baik adalah thayyib. Pada dasarnya, kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indera dan jiwa. Al Thayyibat adalah bentuk jamak dari thayyib, yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-thayyib-thayyibah; sesuatu yang baik maka disebut thayyib. Kata ini memiliki banyak makna; (1) Zaka wa thahara (suci dan bersih); (2) Jada wa hasuna (baik dan elok); (3) ladzdza (enak); (4) menjadi halal.
Thayyib (baik) adalah sesuatu yang dirasakan enak oleh indera atau jiwa, atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Al Quran menyebutkan kata ‘al-thayyib’ ini berulang kali. Pertama, Al Quran menyebutkan dalam bentuk mufrad mudzkakkar (laki-laki tunggal), sebanyak 4 kali digunakan sebagai sifat makanan halal; yaitu dalam surat Al Baqarah : 168 (halalan thayyiban), al Maidah: 88 (halalan thayyiban), al-Anfal: 69 (halalan thayyiban), dan an-Nahl :114 (halalan thayyiban).
Dan sebanyak 2 kali untuk menjelaskan tanah atau debu (sebagai syarat tayamum) dan tidak ada kaitannya dengan makanan, yaitu dalam surat An-Nisa (sha’idan thayyiban) dan Al-Maidah: 6 (sha’idan thayyiban).
Di samping itu, Al Quran juga menyinggung kata ini dengan bentuk mufrad muannats (perempuan tunggal), yaitu ‘thayyibah’ sebanyak 9 kali. Semuanya disebutkan sebagai kata sifat untuk sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan makanan, yaitu: dalam surat Ali Imran: 38 (dzurriyah thayyibah), At-Taubah :72 (masakin thayyibah), Yunus : 22 (birihin thayyibah), Ibrahim: 24 (kalimah thayyibah, Ibrahim : 24 (syajarah thayyibah), dan An Nahl :97 (hayah thayyibah).
Adapun bentuk jamak, yaitu “thayyibah”, Al Quran menyebutkan sebanyak 21 kali. Semuanya merujuk pada 4 pengertian : sifat makanan, sifat usaha atau rezeki, sifat perhiasan, dan sifat perempuan.
Al Maidah 4-5
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya".
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.
Al A’raf: 157
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Halal Thayyib
Al Quran menyebut lafadz ‘al-thayyib’ dalam bentuk mufrad mudzakkar sebanyak 6 kali, dan 4 diantaranya mengenai sifat makanan, contohnya yang terlihat dalam surat Al Baqarah : 168
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Apakah pengertian thayyib (baik) dalam ungkapan ayat di atas? Apakah thayyib (baik) itu sama dengan halal, sehingga ia berfungsi untuk menguatkan kata ‘halal’? Atau kata ‘thayyib’ di sini berbeda dengan halal?
Tampaknya para ulama berbeda pendapat dalam memahami istilah al’thayyib secara syar’i pada ayat di atas. Imam Ibn Jarir al-Thabari berkata, “Adapun firman Allah: thayyiban artinya adalah suci, tidak najis dan tidak diharamkan.
Imam Ibn Katsir dalam menafsirkan ayat ini (Al Baqarah: 168) berkata,” Setelah Allah Menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia. Dialah Tuhan yang tidak bergantung pada makhluk, maka Dia Menjelaskan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Pemberi rizki kepada semua makhluk-Nya. Ketika menyebutkan karunia-Nya, Dia Membolehkan mereka untuk memakan apa yang halal di muka bumi, sebagai karunia dari Allah. ‘Al Thayyib’ (baik) yaitu zatnya dinilai baik, tidak membahayakan tubuh dan akal.
Al Imam Asy-Syaukani ketika menjelaskan ayat ini, ia berkata,” Firman-Nya ‘halalan’ posisinya sebagai maf’ul (objek) atau hal (penjelas). Sesuatu disebut halal karena melepas (ihlal) ikatan bahaya dari padanya. ‘Thayyib’ di sini adalah sesuatu yang dipandang lezat, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan ulama lainnya. Menurut Imam Malik dan ulama lainnya, “Ia (thayyib) adalah halal. Kata ini digunakan sebagai penguat firman-Nya ‘halalan’.
Berdasarkan hal ini, makna ‘thayyib’ secara syar’i di dalam Al Quran merujuk pada 3 pengertian, yaitu sesuatu yang tidak membahayakan tubuh dan akal pikiran, sebagaimana pendapat Imam Ibn Katsir. Sesuatu yang lezat, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Halal itu sendiri, yaitu sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidsak diharamkan, sebagaimana pendapat Imam Malik dan Imam Al Thabari (Harian Pelita tanggal 19 Juni 2009 M/ 25 Jumadil Tsani 1430 H)
*Disalin dari Mimbar Jumat Masjid Istiqlal Jakarta, No. 522/XI/09 Jumat 10 Juli 2009/ 17 Rajab 1430 H